Sabtu, 20 November 2010

Tangerang Tragedy part 1

29 Oktober 2010
Dengan persiapan seadanya (perlengkapan seadanya, baju seadanya, bekal seadanya, beungeut saayana...) kita, maksudnya anak Analis Kesehatan Bandung yang berjumlah 30 orang, dan terdiri dari 15 putra dan 15 putri, nekat melaju ke Tangerang demi mengikuti sebuah acara yang diselenggarakan oleh (wetehe, wetefe, wete dot disingkat www.)bem. Sialnya anak-anak Analis terpaksa dibagi 2 kloter (dan sialnya lagi ga ada satupun anak-anak analis yang mau duduk sama aku), tapi, ya... bawa enjoy ajalah, aku nikmati saja musik yang diputer selama perjalanan. Seperti biasa, melihat pemandangan luar bus adalah hobiku, dan ternyata memang benar, walaupun jalan yang dilalui tetap sama, namun setiap perjalanan menimbulkan kesan yang berbeda (jiahahahahahahah omongan c Dechan!!!!), eh...ternyata penyakit edan kami mulai timbul waktu bus yang kita tumpangi berpapasan sama bus yang didalamnnya terdapat orang-orang satu suhu, seperguruan, sejurus. Aku hanya bisa menampilkan jurus Hematologi (mengingat di bus tetangga ada beiber-beiberan) dan Jurus Biomolekuler. Okeh ternyata dua jurus itu sangat ampuh membuat suasana menjadi cair. Aku kembali diam, padahal ada dosen yang bilang, “Dessy Jangan Bengong! Nanti di perjalanan ngobrol aja sama siapa, yang jelas ga boleh bengong”, hufth ternyata aku belum bisa lepas dari trauma PPS yang ga akan pernah aku omongin kesiapa aja kecuali ibu itu dan yang tahu (TPYGAPAOKSAKIIDYT), ‘waduw bu, mohon ma’aph saya akhirnya harus bengong juga’ hatiku meminta ma’af kepada dosen baik hati itu. Dan ternyata kebengonganku mulai agak hilang ketika Bus transit untuk Shalat Jum’at, waktu itu aku ke WC bersama Mba’ Hindun dan Mba’ Irma. Sedihnya aku kembali bengong selepas bersama mereka, dan juga selama perjalanan menuju tangerang.
Walhasil kita sampai juga di Tangerang ternyata konsumsi kita ditahan gara-gara belon nyerahin untuk baksos, sialnya lagi kenapa di surat yang ada www.bem ga ngejelasin si acaranya kayak gimana. Baksos itu berupa apa, pentas seni budaya seperti apa, yang lebih lieur lagi ga dijelasin juga acara parade, jadi kesel aja. Ditambah dengan masalah stop kontak, masa’ cuman kontingen kita aja yang ga dikasii stop kontak. Dengan berusaha menjadi seseorang berkepala dingin sedingin es, aku coba buat konsep awal untuk parade, dan lebih oonnya lagi aku lupa kalo ada dekor stand. Dengan berlari secepat eyeshield 21 a.k.a Kobayakawa Sena aku keluar dari ruangan tidur ke lokasi stand. Dan benar saja!!! Stand ternyata sudah hampir 75% selesai.

anak-anak pada nyiapin buat dekor





Kang Andi: kerjain yang benerrr!!! (PPS MODE: ON)
anak-anak: iyaa juragannnnn
Haris: aduh di PPS ulang nii???





Dengan perasaan menyesalaku mencoba untuk membantu sebisaku.Akhirnya aku hanya bisa membantu menyelesaikan gambar labu elenmenyer, lalu menyelesaikan 0,0001% mewarnai rambut, dan sisanya aku membantu menempel ‘baby bacteria’ di stand. Sambil sesekali kita membicarakan yel-yel. Ya akhirnya si malam-pun tiba, acara pembukaan di ‘hadiri’ oleh sejumlah detuman keras dari petasan dan beberapa kembang api, dan tiba saatnya kita untuk yel-yel. Ofcourse penampilan kita seadanya n’ emang ga rame-rame banget, soalnya kita-kita juga pada ngebleng masalah teknis perlombaan. Olret... yang jelas kita udah keluarin semua jurus sakti yang ada di Analis, biar Yang Maha Esa yang menentukan hasilnya. Dengan jiwa besar kita-pun menyaksikan yel-yel kontingen lain yang tentunya memiliki persiapan yang lebih matang, tapi kita tetep tegarr... (hiahahahahahahahha) ya... aku pribadi sii mikir kalo yel kita juga bagus kko!!! Lagu-lagunya ga ada yang nyamain, bayangin aja ada 5 kontingen pake lagu susis, hmmmm... bangga juga akhirnya kita pake lagu-lagu yang berbeda dari yang lain. Oh ya, setiap penampilan dari kontingen gizi ato kesling kita suka ikut riweuh, sampe akhirnya kita siapin jargon buat Gunung Batu, “Gunung Batu, Gunung batu, Gunung Batu” ya... cukuplah untuk menyemangati sudara sekomplek hehehehehe...

poek uyyy




Selesai acara, kembali aku agak bingung untuk konsep Seni Budaya ama parade. Akhirnya aku omongin sama Teh Ina dan Teh Muti, yesss!!!! Mereka mau membantu (huweeeeee teteh makasih atas sarannya!!!! (nangis ampe teguling-guling)). Mereka setuju kalau untuk seni budaya kita nyanyi lagu “I Can’t Smile Without You” yang udah kita alih bahasakan ke bahasa Sunda. Sialnya lagi ternyata kita kebingungan, “gimana cara nyambungin lirik sama lagunya ya???”, walhasil konsep itu terpaksa diendapkan selama satu malam. Dan akhirnya kita memutuskan untuk tidur.

Tidak ada komentar: